aktivitas farmasi

aktivitas farmasi

Minggu, 20 Juni 2010

Kolelitiasis

PENGANTAR
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria (Admin, 2009).
Insiden kolelitiasis di negara Barat lainnya adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi (Yayan, 2008).
Batu empedu yang terletak pada kandung empedu dikenal sebagai kolelitiasis, sedangkan batu empedu yang terletak pada saluran empedu dikenal dengan nama koledokolitiasis (Tantry, 2007).
Saat ini jumlah penderita batu empedu ini cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup, seperti misalnya banyaknya makanan cepat saji (fast food) yang dapat menyebabkan kegemukan yang merupakan faktor terjadinya batu empedu. Ketika makan, kandung empedu akan menciut (kontraksi) dan mengeluarkan cairan empedu yang berwarna hijau kecoklatan ke dalam usus halus. Cairan empedu berguna dalam penyerapan lemak dan beberapa vitamin (vit. A,D, E, dan K).

ANATOMI KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk buah pear yang terletak langsung di bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresikan terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus kommunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vater (bagian melebar pada saluran yang bersatu) sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari ke dua saluran ini dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfinker Oddi (Price, 1984).
Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan , dan leher dan terdiri atas tiga pembungkus yaitu serosa peritoneal (luar), jaringan otot tak bergaris (tengah), dan di sebelah dalam terdapat membrane mukosa yang berhubungan dengan lapisan saluran empedu (Pearce, 2002).


FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU dan GETAH EMPEDU
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Empedu dari hati tidak dapat langsung masuk ke dalam duodenum. Sehingga setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan kandung empedu. Dalam kandung empedu pembuluh darah dan limfe mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu kandung empedu 10 kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. Kemudian kandung empedu dikosongkan dalam duodenum oleh kontraksi simultan otot dan relaksasi sfinkter Oddi. Adanya lemak makanan merupakan rangsang terkuat kontraksi (Price, 1984).
Getah empedu adalah cairan alkali yang disekretkan oleh sel hati. Jumlah yang setiap hari dikeluarkan dalam seorang ialah dari 500 sampai 1000ccm yang sekresinya berjalan terus menerus, tetapi produksinya dipercepat sewaktu pencernaan, khususnya pencernaan lemak. Delapan puluh persen dari getah empedu terdiri atas air, garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, musin dan zat lain (Pearce, 2002).

Mekanisme sekresi dan ekskresi bilirubin
Sekitar 85% bilirubin dibentuk oleh pemecahan eritrosit tua dalam sistem retikuloendotelial dan 15% berasal dari destruksi sel eritrosit matang dalam sumsum tulang dan dari hati. Globin berdisosiasi dengan hem, lalu hem diubah menjadi biliverdin. Biliverdin membentuk bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi terikat lemah dengan albumin dengan sifat larut dalam lipid, tidak larut air, dan tidak dapat diekskresikan dalam urin. Bilirubin ini dikonjugasikan dengan asam glukuronat dalam retikulum endoplasma sel hati. Bilirubin terkonjugasi memiliki sifat tidak larut dalam lipid, larut air, dan dapat diekskresikan dalam urin. Bilirubin merupakan salah satu komposisi dalam empedu
Masing-masing sel hati terletak dekat dengan beberapa kanalikulus yang mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan duktus-duktus ini bergabung melalui duktus biliaris antar lobulus membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri. Lalu masuk ke duktus hepatic kommunis lalu ke duktus sistikus dan masuk ke dalam kandung empedu.
Setelah makan, kandung empedu berkontraksi , sfingter Oddi relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Empedu dikeluarkan dari kandung empedu akan dialirkan ke duktus koledokus yang merupakan lanjutan dari duktus sistikus dan duktus hepatikus. Duktus koledokus kemudian membawa empedu ke bagian atas dari duodenum, dimana empedu mulai membantu proses pemecahan lemak di dalam makanan. Sebagian komponen empedu diserap ulang dalam usus kemudian dieksresikan kembali oleh hati.
Di dalam usus, bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin, yang mewarnai feses, dan beberapa diabsorpsi kembali oleh aliran darah dan membuat warna pada urine, yaitu urobilin. Pigmen empedu hanya bahan ekskresi yang tidak mempunyai pengaruh atas pencernaan.

Fungsi garam empedu adalah:
• bersifat digestif
• memperlancar kerja enzim lipase dalam memecah lemak
• membantu pengabsorbsian lemak yang telah dicernakan (gliserin dan asam lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan memperbesar daya tembus endothelium yang menutupi vili usus (Admin, 2009).

PATOFISIOLOGI
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa salah satu penyebab kolelitiasis adalah karena adanya kolesterol. Pada keadaan normal, kolesterol yang sifatnya hidrofob dapat diatasi dengan adanya garam empedu dan lesitin yang dihasilkan dan berada di dalam kandung empedu. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol akan membentuk misel agar kolesterol yang semula tidak larut dalam cairan empedu dapat larut dan dibawa ke saluran pencernaan berikutnya. Untuk membawa satu molekul kolesterol dibutuhkan masing-masing tujuh molekul garam empedu dan lesitin. Jika konsentrasi atau jumlah molekul dalam kandung empedu lebih banyak dibandingkan dengan garam empedu maupun lesitin maka cairan empedu akan tersupersaturasi dengan kolesterol dan terbentuklah absorbs kolesterol yang nantinya akan membentuk gumpalan seperti batu di dalam kandung empedu (Leonard, 2001).
Jika batu ini keluar dari kandung empedu dan masuk dalam duktus sistikus, ini akan menyebabkan rasa sakit pada perut yang sering disebut kolik bilier. Rasa sakit ini dihasilkan karena adanya gesekan antara dinding dengan batu tersebut karena adanya kontraksi oleh kandung empedu tersebut. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata (Leonard, 2001).
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pancreatitis (Sodeman, 1974).
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut (Admin, 2009)
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang (Admin, 2009).

(Pri, 2009)
GEJALA
Umumnya batu empedu tidak menimbulkan gejala jika masih terdapat dalam kandung empedu, namun akan terjadi gejala-gejala berikut setelah sampai di saluran empedu.
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal (Pri, 2009).

PENCEGAHAN
1. Menghindari makanan yang banyak mengandung kolesterol.
2. Menjaga berat badan agar tetap normal
3. Mengkonsumsi makanan yang berserat
(Anna, 2008)

FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu,
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda,
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu,
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu,
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga¬,
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi,
7. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu
8. Wanita yang menggunakan pil kontrasepsi lebih beresiko terkena kolelitiasis. Ini dikarenakan pil KB mengandung estrogen buatan yang dapat meningkatkan saturasi dari cairan empedu. (Yayan, 2008)
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.

4. Ultra Sonografi
Keuntungan:
• Sensitivitas tinggi (98%)
• Spesifitas 97,7%
• Mudah dikerjakan
• Aman
• Tidak perlu persiapan khusus
• Dapat dilakukan pada penderita sakit berat, alergi kontras, wanita hamil
5. Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2009, Kolelitiasis, www.Seputar-Kedokteran.html, diakses tanggal 16 April 2009
Anna, 2008, Batu Empedu, www.OborBerkatIndonesia.html , diakses tanggal 16 April 2009
Leonard, V., 2001, An Introduction to Human Disease Pathology, John and Barlett Publisher, London
Pearce, E., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
Price, S., 1984, Patofisiologi Konsep Klinik, EGC, Jakarta
Sodeman, S., 1974, Pathology Physiologi Mechanisms of Diasease, Saunders Co., Philadelphia
Tantri, 2007, Batu Empedu, www.medicastore/batu-empedu.html, diakses tanggal 17 April 2009
Yayan, 2008, Kolelitiasis (Gallbladder Stones), www.FK_UR.com, diakses tanggal 16 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar