aktivitas farmasi

aktivitas farmasi

Minggu, 20 Juni 2010

Mekanisme Fenitoin - Antikonvulsan

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak orang yang sering mengalami kejang baik karena penyakit turunan maupun karena suatu penyakit yang muncul saat dewasa. Penyebab terjadinya kejang antara lain trauma terutama pada kepala, encephalitis (radang otak), obat, birth trauma (bayi lahir dengan cara vacuum-kena kulit kepala-trauma), penghentian obat depresan secara tiba-tiba, tumor, demam tinggi, hipoglikemia, asidosis, alkalosis, hipokalsemia, idiopatik (Dexa, 2008).
Kejang merupakan salah satu gejala yang sering dialami oleh penderita epilepsi. Epilepsi merupakan abnormalitas kondisi otak yang dicirikan dengan kerentanan untuk kejang berulang (peristiwa serangan berat, dihubungkan dengan ketidaknormalan pengeluaran elektrik dari neuron pada otak). Kejang merupakan manifestasi abnormalitas kelistrikan pada otak yang menyebabkan perubahan sensorik, motorik, tingkah laku (Ikawati, 2008).
Terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya. Sedangkan terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE).
Salah satu obat yang digunakan oleh para penderita epilepsi adalah fenitoin yang merupakan obat antikonvulsan yang sering digunakan sebagai obat golongan antiepilepsi golongan hidantoin. Fenitoin memiliki waktu paruh yang cukup lama sehingga frekuensi pemberian pada penderita epilepsi dapat diperkecil. Meskipun demikian, fenitoin memiliki efek samping dan sifat farmakokinetikanya sukar untuk diprediksi. Selain itu, dalam pemberian fenitoin perlu adanya Terapeutic Drugs Monitoring sehingga dapat mengurangi terjadinya efek yang tidak diinginkan (Rang, 2006). Oleh karena itu, kami memilih fenitoin untuk topik makalah kali ini agar dapat memahami mekanisme kerja sehingga dapat mengaplikasikan pengobatan fenitoin dengan tepat.


PENELAAHAN PUSTAKA
A. Epilepsi
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang terjadi pada seseorang dengan gejala kejang abnormal yang merupakan penyakit kronik serta terjadi secara berkelanjutan. Klasifikasi epilepsi meliputi:
1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum):
• bangkitan tonik klonik (GrandMal)
• bangkitan lena (Petit Mal/absences)
gangguan kesadaran sesaat disertai mata terfiksasi (staring) dengan terhentinya aktivitas yang sedang berjalan, berlangsung 30detik
• bangkitan lena tidak khas, bangkitan tonik, bangkitan klonik, bangkitan atonik, infantil spasm.
2. Bangkitan parsial/fokal/lokal
• Bangkitan parsial sederhana: gejala tergantung korteks yang teraktivasi mototrik (gerakan), sensorik (parestesia), kesadaran baik, lama serangan (20-60 detik)
• Bangkitan parsial kompleks : kesadaran terganggu, gerakan tanpa tujuan, terbatas, mengunyah, gerakan tangan, lama serangan (30 detik sampai 2 menit)
• Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
bangkitan 1, atau 2 disusul gerakan tonik-klonik selama 1-2 menit.
3. Bangkitan lain-lain
• Bangkitan neonatal
• Kejang invatil (Lowenstein, 2001).
Mekanisme terjadinya epilepsy ditandai dengan timbulnya kejang. Kejang dipengaruhi oleh fase inisiasi dan propagasi. Pada fase inisiasi ada dua macam peristiwa yang merupakan hasil dari agregasi saraf, yaitu:
Peningkatan letupan potensial listrik, karena proses depolarisasi yang terlalu lama pada membrane neural sebagai akibat influx Ca2+ di ekstrasel. Hal ini menyebabkan terbukanya kanal Na+ sehingga terjadinya influk Na+ yang menyebabkan berulangnya potensial aksi. Influx ini akan menimbulkan eksitasi yang dapat memindahkan neurotransmiter salah satunya asetilkolinesterase. Dengan adanya peningkatan jumlah asetilkolinesterase maka kontraksi otot pun terjadi secara berlebih. Kontraksi otot yang berlebih ini jika tidak dihentikan akan mengakibatkan terjadinya kejang.
B. Antikonvulsi
Antikonvulsi digunakan untuk mencegah dan mengabati bangkitan epilepsi. Dimana epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat ayang timbul spontan dengan episoda singkat (disebut bangkitan atau seizure); dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik dan depolarisasi abnormal dan eksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksilamal (Dexa, 2008).
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu:
1. Mencegah terjadinya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi.
2. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.

C. Kanal ion
Kanal ion memainkan peranan penting dalam banyak tipe sel. Maka kanal ion merupakan salah satu target aksi favorit untuk penemuan obat baru. Pada dasarnya kanal ion merupakan suatu protein membrane yang terdapat dalam lapisan lipid membrane sel yang umumnya bersifat spesifik terhadap ion tertentu. Ia terdiri dari beberapa sub unit protein yang tersusun membentuk porus. Pembukaan dan penutupan kanal ion dapat diatur oleh suatu senyawa kimia, sinyal elektrik, atau kekuatan mekanik tergantung pada jenis kanalnya. Dengan mengatur dan mengontrol aliran ion, kanal ion dapat menjaga muatan negative yang dimiliki oleh sel pada kondisi istirahat (Ikawati, 2008).
Berdasarkan aktivitasnya dikenal sedikitnya ada 5 macam kanal ion, yaitu: kanal ion teraktivasi voltage, kanal ion teraktivasi ligan, kanal ion teraktivasi molekul intrasel dan signal, kanal ion teraktivasi oleh kekuatan mekanik, kanal ion terkait protein G (Ikawati, 2008).
Kanal ion teraktivasi voltage berespon terhadap adanya perubahan potensial transmembran. Kanal akan membuka sebagai respon terhadap terjadinya depolarisasi dan akan menutup jika terjadi hiperpolarisasi. Contohnya adalah kanal ion Na+ dan K+ pada sel saraf dan otot, dank anal Ca++ yang mengontrol pelepasan neurotransmiter pada ujung saraf prasinaptik (Ikawati, 2008).
Muatan di dalam kompartemen intrasel sedikit lebih negative daripada ekstrasel dengan perbedaan sekitar 60-80 mV. Karena bagian intrasel lebih negative, sedangkan kompartemen ekstrasel sangat besar sehingga perubahannya menjadi tidak signifikan. Dapat dikatakan bahwa muatan intrasel -60 sampai-80 mV, sedangkan muatan ekstrasel adalah 0 mV. Ini dinamakan resting potential atau potensial istirahat (Ikawati, 2008).
Sel menjaga polaritasnya dengan menjaga keseimbangan ion Na+ dan K+. jika kanal ion Na+ membuka dan menyebabkan ion Na+ masuk ke dalam sel, maka gradient konsentrasi Na+ di luar dan di dalam sel akan berkurang. Karena ion Na+ bermuatan positif maka ia akan menambah muatan positif dalam kompartemen sel (Ikawati, 2008).
Depolarisasi membran adalah berkurangnya perbedaan polaritas pada membrane sel antara intra dan ekstra sel. Depolarisasi bertanggung jawab terhadap penerusan impuls saraf di sepanjang akson. Repolarisasi merupakan proses dimana kanal ion K+ akan membuka dan menyebabkan kembalinya polaritas. Namun jika kanal K+ membuka secara berlebihan, maka ion K+ akan keluar dan menyebabkan kompartemen dalam sel semakin negative sehingga perbedaan polaritas meningkat. Meningkatnya perbedaan polaritas disebut hiperpolarisasi membran. Hiperpolarisasi dapat menyebabkan penghambatan penerusan potensial aksi sehingga menghasilkan efek depresi system saraf pusat (Ikawati, 2008).
Dalam system biologi terdapat sedikitnya 4 kanal ion yang berperan penting antara lain kanal ion Na+,K+,Ca++, dan Cl-. Kanal ion Na+ bertanggung jawab meneruskan potensi dengan membuka jika terjadi depolarisasi membrane. Depolarisasi dapat menyebabkan kanal Na disebelahnya membuka dan menyebabkan depolarisasi kanal tersebut, lalu depolarisasi tadi akan menyebabkan pembukaan kanal di sebelahnya lagi dan seterusnya sehingga potensial akan terhantar sepanjang akson sampai ke ujung saraf.peristiwa ini diebut propagasi potensial aksi. Propagasi potensial aksi hanya berjalan pada satu arah dan tidak berbalik arah, sebab kanal ion yang terbuka tadi selanjutnya menjadi inaktif dan tidak terpengaruh adanya depolarisasi (Ikawati, 2008).
Proses penutupan kanal ion merupakan proses kebalikan dari pembukaannya, dimana terjadi perubahan konformasi untuk kembali pada kondisi istirahatnya. Peristiwa ini disebut proses deaktivasi atau repolarisasi.selain deaktivasi, adapun proses inaktivasi. Inaktivasi diduga disebabkan oleh adanya gerakan segmen bermuatan positif menuju kanal ion yang terbuka, sehingga kanal ion mejadi tertutup (Ikawati, 2008).

(Ikawati, 2008)


D. Fenitoin


- Nama & Struktur Kimia : 5,5-Difenilhidantoin
- Sifat Fisikokimia : Serbuk, putih, tidak berbau, melebur pada suhu lebih kurang 295°C. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol panas, sukar larut dalam etanol dingin, dalam kloroform dan dalam eter. (FI IV) (Anonim, 2008)






Mekanisme Kerja Fenitoin sebagai Antikonvulsan

A. Mekanisme kerja fenitoin
Fenitoin merupakan obat antikonvulsan yang termasuk dalam golongan hidantoin. Fungsi dari fenitoin ini adalah memblokir saluran-saluran Na yang berperan penting dalam perbanyakan muatan listrik.


(Ikawati, 2008)
Percobaan klem tegangan menunjukkan bahwa fenitoin meningkatkan proporsi kanal Na+ inaktif untuk semua potensial membran yang diberikan. Fenitoin cenderung terikat pada kanal Na+ yang inaktif atau tertutup, menstabilkan kanal dalam keadaan inaktif dan mencegahnya kembali ke keadaan istirahat yang harus dilalui sebelum kanal membuka kembali. Depolarisasi repetitif berfrekuensi tinggi meningkatkan proporsi kanal Na+ inaktif dan karena kanal Na+ rentan terhadap blokade oleh fenitoin, aliran Na+ berkurang secara progresif sampai akhirnya tidak cukup untuk membangkitkan potensial aksi. Transmisi neuronal pada frekuensi normal relatif tidak dipengaruhi oleh fenitoin karena proporsi Na+ yang jauh lebih kecil berada dalam keadaan inaktif.
B. Efek samping
Pemakainan fenitoin yang terlalu berlebih dan lebih dari dosis akan menimbulkan beberapa efek samping, antara lain:
• Susunan Saraf pusat: manifestasi paling sering yang berhubungan dengan terapi fenitoin dengan SSP biasanya tergantung dosis. Efek samping ini berupa nistagmus, ataksia, banyak bicara, koordinasi menurun dan konfusi mental, pusing, susah tidur, gelisah, kejang motorik dan sakit kepala.
• Saluran cerna: mual, muntah dan konstipasi.
• Kulit: kelainan dermatologik berupa ruam kulit skarlatimiform atau morbiliform kadang-kadang disrtai dengan demam. Bentuk lebih serius dapat berupa dermatitis eksfoliativ, lupus eritematosus, sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik.
• Sistem hemopoetik: efek samping yang dapat bersifat fatal ini kadang-kadang dilaporkan terjadi. Hal ini dapat berupa trombositopenia leukopenia, granulositopenia, agranulositosis, pansitopenia dengan atau tanpa supresi sumsum tulang.
• Jaringan penunjang: muka menjadi kasar, bibir melebar, hiperplasia gusi, hipertrikosis dan penyakit peyroni.
• Kardiovaskular: periarterisis nodosa.
• Imunologik: sindroma sensitifitas, lupus eritromatosus sistemik dan kelainan immunoglobulin.
• Teratogenik : kelainan jantung atau bibir sumbing


Daftar Pustaka

Harkness, R., 1989, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung
Hoan, T., 2006, Obat-Obat Penting, 419, Gramedia, Jakarta
Ikawati, Z., 2008, Pengantar Farmakologi Molekuler, 6-16, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Lawenstein, 2001, Principles of Internal Medicine, 2354-2359, Mc Graw Hill, New York
Rang, Dale, 2006, Pharmacology, 555, Churchill, Livingstone
Anonim, 2008, Informasi Obat, http://www.diskes.jabarprov.go.id/index, diakses tanggal 20 Oktober 2009
Ikawati, Z., 2008, Target of Drug Action, http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/target-of-drug-action.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2009
Ikawati, Z., 2008, Epilepsy, http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/epilepsy.pdf, diakses tanggal 16 Oktober 2009
Medica, D., 2008, Epilepsy, www.dexa-medica, diakses tanggal 12 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar